JAKARTA – Permohonan permintaan maaf secara terbuka dari Calon Wakil Gubernur Jakarta Suswono atas pernyataannya yang kontroversial beberapa waktu yang lalu menuai pujian publik.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Islam Bandung, Muhammad Fuady mengatakan bahwa slip of tongue¬ atau keselo lidah dalam jagat perpolitikan tanah air kerap terjadi. Mulai level presiden hingga politisi di daerah pernah mengalami itu.
“Di masa Pilkada, sebaiknya politisi lebih berhati-hati dalam menata pesan kampanye karena pernyataan mereka mendapat perhatian publik. Sebuah program yang berkualitas bagi masyarakat jangan teralihkan isu yang kontraproduktif. Kelakar atau guyonan yang disampaikan di depan publik dapat dinilai serius dan bisa mengurangi bobot program yang dikampanyekan,” ungkapnya.
Jika ditelusuri, Fuady mengatakan, sebenarnya Suswono sedang menegaskan komitmen keberpihakan pada masyarakat lemah dan rentan seperti anak yatim dan kaum perempuan. Namun respons berupa kelakar atas pertanyaan audiens itulah yang justru menjadi sorotan.
“Suswono merupakan tipikal politisi yang tidak mendahulukan ego dan siap menerima kritik yang ditujukan padanya. Figur altruistis yang lebih mengutamakan kepentingan Bersama daripada kepentingan pribadinya. Bila ada sebagian politisi yang gemar menciptakan kontroversi untuk membangun popularitas, Suswono ini sebaliknya. Menahan laju isu dengan permintaan maaf menunjukkan ia serius ingin fokus pada program Jakarta Maju.”
Langkah Suswono dengan mengklarifikasi dan meminta maaf itu menurutnya sudah benar.
“Ini bisa terjadi pada siapapun. Politisi memang perlu berhati-hati dalam merespons pertanyaan atau berkelakar. Tatkala politisi membuat guyonan, sebaiknya yang ringan-ringan saja.”
Dalam perspektif lain, tambahnya, kontroversi ini bisa menjadi blessing in disguise bagi kandidat politik karena publik akan mencari tahu perihal apa yang membuat kelakar itu terlontarkan. Publik yang rasional dan melek media biasanya aktif melakukan pencarian atas isu.
“Jika mereka menemukan program Jakarta Maju itu tepat dan menambahkan manfaat dari program gubernur sebelumnya, mereka berpotensi memberikan dukungan pada kandidat.”
Fuady mengimbuh publik untuk perlu mencermati peristiwa yang terjadi secara menyeluruh sehingga tidak bias dalam memaknai pernyatan kandidat politik.
“Persoalannya adalah, ruang dalam media begitu terbatas, hal yang nyeleneh lebih menarik perhatian publik untuk disebarluaskan, sehingga sebuah candaan dapat dimaknai sebagai keseriusan. Padahal boleh jadi itu tidak merepresentasikan keseluruhan rangkaian peristiwa.”
Seperti diketahui, Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Suswono meminta maaf atas polemik yang timbul akibat pernyatanya dalam pertemuan dengan relawan Bang Japar. Ia menjelaskan, pernyatan tersebut ia sampaikan dalam konteks bercanda menanggapi celetukan salah satu warga dalam sebuah sosialisasi.
Meski demikian, Suswono mengakui jika guyonan tersebut kurang tepat dan bijaksana dan sepenuhnya mengakui kesalahannya. Guyonan tersebut meskipun dimaksudkan untuk menyampaikan kepedulian kepada anak yatim dan para janda serta pemuda di Jakarta, jelas tidak pada tempatnya.
Di ranah media sosial, terutama akun pribadinya, permohonan maaf tersebut direspon positif oleh warganet baik berupa apresiasi atas kebesaran hatinya maupun membandingkan dengan pejabat lain yang tidak pernah minta maaf secara terbuka.